
TATIYE.ID (POLITIK) – Dinamika internal Partai Golkar Kabupaten Gorontalo memasuki fase yang semakin menarik dan penuh intrik politik. Menjelang Musyawarah Daerah (Musda) DPD II yang akan digelar 7 Desember 2026 mendatang, pastinya peta kekuatan di tubuh partai mulai bergeser.
Jika sebelumnya pertarungan hanya mengerucut pada dua tokoh laki-laki, Zulfikar Y. Usira dan Iskandar Mangopa, kini nama Wilvon Malahika muncul sebagai figur yang berpotensi mengubah komposisi persaingan.
Sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPRD Kabupaten Gorontalo, Wilvon bukan hanya menjadi representasi politisi perempuan, tetapi mulai dianggap sebagai penantang serius terhadap dominasi elite laki-laki dalam perebutan kursi Ketua DPD II.
Dorongan dari sejumlah kader dan basis akar rumput menunjukkan bahwa kehadiran Wilvon bukan sekadar pelengkap, melainkan indikator perubahan arah politik internal Golkar.
Isu gender semakin relevan karena Golkar Provinsi Gorontalo saat ini dipimpin oleh seorang perempuan, Idah Syahidah, yang memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika organisasi.
Menariknya, hingga saat ini belum pernah ada perempuan yang memimpin DPD II Partai Golkar Kabupaten Gorontalo. Jika Wilvon benar-benar maju dan menang, maka ia bukan hanya memecah dominasi laki-laki, tetapi juga mencatat sejarah baru dalam kepemimpinan Golkar di daerah tersebut.
Fakta ini membuka ruang interpretasi bahwa kepemimpinan perempuan bukan lagi sekadar simbol, tetapi telah menjadi bagian dari kultur baru dalam struktur politik Golkar Gorontalo.
“Kalau provinsi saja bisa dipimpin perempuan, kenapa kabupaten tidak?” sindir salah satu kader Golkar senior, Opa Dau, Senin (17/11/2025) yang mendorong agar Musda kali ini tidak lagi didominasi kandidat laki-laki.
Menurutnya, kehadiran Wilvon dapat membawa keseimbangan sekaligus wajah baru dalam kepemimpinan Golkar Kabupaten Gorontalo.
Secara politik, kemunculan Wilvon juga bisa menjadi jalan tengah bagi kader yang menginginkan konsolidasi lebih sejuk. Di tengah tarik-menarik dukungan antara dua kubu besar, nama Wilvon dinilai mampu meredam tensi dan mendorong solidaritas internal.
Namun, manuver ini tentu tidak akan berjalan mulus. Masuknya kandidat perempuan dalam bursa ketua dipastikan akan memecah kalkulasi politik sejumlah pengurus kecamatan dan pemilik suara di Musda. Ada faksi yang menyambut, tetapi tidak sedikit yang khawatir dominasi lama bakal tergeser oleh figur yang membawa narasi pembaruan.
Dengan menguatnya tiga bakal kandidat, Musda Golkar Kabupaten Gorontalo diprediksi bukan sekadar arena perebutan jabatan, melainkan pertarungan ide—mempertahankan pola lama atau membuka ruang bagi kepemimpinan perempuan di tingkat kabupaten.
Keputusan Musda nanti akan menjadi barometer apakah Golkar Kabupaten Gorontalo siap mengikuti jejak progresif Golkar Provinsi, atau masih memilih mempertahankan tradisi kepemimpinan konvensional.
Satu hal yang pasti, kemunculan Wilvon Malahika telah membawa dinamika baru yang memperkaya kontestasi. Dan isu gender kali ini bukan lagi ornamen politik, tetapi bisa menjadi kunci kemenangan.


















