TATIYE.ID (PEMKOT) – Workshop tentang pemajuan kebudayaan kerjasama antara pemerintah Kota Gorontalo dengan Program Studi S3 Antropologi Universitas Hasanuddin Makasar, akhirnya resmi dibuka Wali Kota Gorontalo Marten A. Taha, Senin (15/03/2021)
Dalam sambutannya Wali Kota Marten A. Taha mengatakan, penyelenggara pemerintahan dan pembangunan Kota Gorontalo dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan dari tahun ke tahun. Dan tentu hal tersebut, telah memberikan perubahan-perubahan secara signifikan.
“Untuk bidang pendidikan sendiri, telah banyak hal yang dilakukan dalam rangka mensukseskan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan manusia,” ujarnya.
Selanjutnya khusus dalam pemajuan kebudayaan kata Marten, pemerintah Kota Gorontalo mencoba menginisiasi workshop dalam kerangka mencari solusi konstruktif terhadap isu-isu pembangunan budaya melalui bidang pendidikan.
“Olehnya saya sangat menaruh perhatian dan apresiasi terhadap kegiatan ini…”
“Dan seluruh profesor yang sama-sama sedang menempuh pendidikan S3 di UNHAS sangat diharapkan dapat memberikan kontribusi secara akademis dan terukur terhadap konsepsi pemajuan kebudayaan di Gorontalo,” katanya.
Bagi Marten, merawat dan mengembangkan kearifan lokal, merupakan upaya menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Identitas anak bangsa kata dia akan terus melekat, manakala kearifan lokal itu terus terjaga dan berkembang.
“Menggali kearifan Nenek Moyang yang hilang, termasuk salah satu bagian memperkuat kembali eksistensi kebangsaan. Sudah semestinya pengembangan kebudayaan harus dimulai dari pembangunan desa, dan pembangunan daerah. Di Indonesia sendiri tidak melupakan identitas kebangsaannya, yakni kearifan lokal yang dimiliki,” katanya.
Lebih jauh Marten menjelaskan, identitas Gorontalo identik dengan menggambarkan sebuah etnik di nusantara. Begitu juga bila dilihat budaya yang ada di Gorontalo. Dimana masyarakat Gorontalo kata dia, dikenal sangat kental dengan kombinasi nuansa adat, dan budaya.
Potret tersebut telah tercermin pada realitas yang telah mengkristal sejak zaman dahulu, dalam ungkapan “Aadati Hula-Hula’a To Sara’a, Sara’a Hula-Hula’a To Kitabullah”. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebihnya adalah, “Adat Bertumpu Pada Syara, Syara Bertumpu Pada Kitabullah”.
“Jadi dalam tata kehidupan bermasyarakat di Gorontalo, adat dipandang sebagai satu kehormatan (Adab), norma, dan bahkan merupakan pedoman dalam tata laksana pemerintahan. Sebagaimana dinisbatkan dalam sebuah ungkapan yang sangat populer yaitu “Adat bersendi sara” dan “Sara bersendi kitabullah”. Makna dari ungkapan ini adalah Adat dilaksanakan berdasarkan aturan, sedangkan aturan ini harus berdasarkan Al Quran,” jelasnya.
Dalam kehidupan masyarakat Gorontalo, pembangunan kebudayaan merupakan upaya untuk mengembangkan dan memajukan aspek kebudayaan yang merujuk pada 7 unsur kebudayaan universal. Yakni peralatan hidup, religi, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, dan ilmu pengetahuan.
“Untuk itu melalui kegiatan ini saya mengharapkan ada kerja sama yang baik dari semua pihak dalam membangun Kota Gorontalo, khususnya pada pemajuan kebudayaan,” tutup Marten. (*)