
TATIYE.ID (KABGOR) – Ketua Musisi Seniman Gorontalo (MSG), Haris Suparto Tome, menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan Pemanfaatan, Pemberdayaan, dan Pelindungan Kekayaan Intelektual yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Gorontalo, Kamis (9/10/2025).
Kegiatan yang mengangkat tema “Penguatan Hak Cipta dan Royalti Musisi dan Seniman Gorontalo: Masalah, Solusi, dan Strategi” ini bertujuan untuk memberikan pemahaman sekaligus memperkuat perlindungan hukum terhadap karya cipta di daerah.
Dalam paparannya, Haris Tome menyoroti kurangnya pemahaman para seniman dan musisi tentang hak cipta, terutama terkait hak ekonomi dan moral yang melekat pada karya. Akibatnya, banyak karya lokal Gorontalo tidak terlindungi secara hukum dan rentan dibajak atau diklaim pihak lain.
“Karya seni dan musik adalah aset ekonomi yang harus dilindungi. Banyak seniman kita yang kehilangan potensi pendapatan hanya karena tidak tahu bagaimana cara mendaftarkan karyanya,” ujar Haris.
Selain persoalan pemahaman, ia juga menyoroti ketidaktransparanan sistem royalti yang dinilai belum berpihak pada seniman daerah. Meskipun telah ada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), distribusi royalti masih belum merata dan data pemutaran karya belum terintegrasi dengan baik.
“Musik daerah sering diputar di berbagai acara tanpa pelaporan atau pembayaran royalti yang jelas. Ini yang perlu dibenahi,” tambah Haris juga Asisten lll Setda Kabupaten Gorontalo itu.
Haris juga mendorong pemerintah daerah agar memiliki kebijakan turunan atau perda yang mendukung pelindungan hak cipta, termasuk pembentukan tim fasilitasi hak cipta daerah untuk membantu pendaftaran karya.
Sebagai langkah konkret, ia mengusulkan program “Satu Karya Satu Sertifikat Hak Cipta” bagi seniman lokal dan “Pusat Data Musik Gorontalo” untuk memantau penggunaan karya secara transparan.
Selain itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga antara DJKI, LMKN, dinas pariwisata, komunitas seniman, hingga pelaku usaha hiburan agar royalti bisa dikelola secara adil dan sistematis.
“Perlindungan hak cipta bukan hanya soal hukum, tapi soal keadilan ekonomi kreatif. Kita ingin seniman Gorontalo tidak hanya terkenal, tapi juga sejahtera,” tegas Haris.
Kegiatan ini juga dihadiri sejumlah perwakilan instansi pemerintah, akademisi, serta komunitas seni dan budaya Gorontalo. Para peserta antusias mengikuti diskusi yang membahas strategi menghadapi tantangan era digital, termasuk pelatihan digital rights management (DRM) dan monetisasi karya melalui platform digital seperti YouTube dan Spotify.
Di akhir sesi, Haris Suparto Tome mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menciptakan ekosistem kreatif yang sehat, transparan, dan berkeadilan.
“Penguatan hak cipta dan royalti adalah fondasi menuju kemandirian ekonomi kreatif daerah,” pungkasnya.


















