Pelanggaran demi pelanggaran mulai terungkap, ternyata Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK) Tahun 2023 di Kabupaten Pohuwato banyak ditemukan pelanggaran pasca pengumuman kelulusan 22 Desember oleh BKPSDM.
Mulai dari tebang pilih dalam meluluskan berkas para peserta hingga pada dugaan pungutan yang dilakukan oleh pihak BKPSDM. Di pohuwato, peserta yang dianggap belum layak oleh pihak BKPSDM digugurkan, sementara yang benar-benar cacat secara administrasi justru diloloskan.
Terbukti dari mencuatnya kasus salah satu peserta yang disinyalir menggunakan kekuatan sang suami yang menjabat sebagai anggota DPRD, peserta yang bernama Moni I. Djafar menurut keterangan Kadis Perindagkop, Ibrahim Kiraman, untuk mendapatkan rekomendasi istri dari Aleg Pohuwato tersebut memperlihatkan Surat Keputusan (SK) Tahun 2011-2012.
Setelahnya, Moni I. Djafar sudah tidak lagi bekerja di dinas tersebut hingga Tahun 2023. Namun anehnya, Kadis Perindagkop tetap kekeh mengeluarkan rekomendasi surat keterangan aktif bekerja kepada peserta yang menjadi syarat untuk dilampirkan ke pihak BKPSDM.
Entah apa yang menjadi motif Kadis Perindagkop yang telah mengeluarkan rekomendasi aktif bekerja. Sementara, di Dinas Perindagkop juga ada salah satu peserta yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) hanya karena SK yang dimiliki oleh peserta berbeda, di Tahun 2020-2022 ia mengantongi SK A, sementara 2022-2023 ia telah dipindahkan menjadi B dengan SK yang berbeda, padahal peserta sudah menjadi honorer di dinas tersebut 3 tahun lamanya.
Lagi-lagi aneh tapi nyata, SK peserta yang jelas-jelas bekerja dan aktif hingga sekarang justru ditetapkan menjadi TMS, sementara yang sudah tidak menjadi honorer 12 tahun dipaksa menjadi aktif berdasarkan rekomendasi Kadis dan telah dinyatakan lulus sebagai PPPK 2023.
Berdasarkan kasus diatas, tahapan verifikasi berkas yang dilakukan oleh pihak BKPSDM justru terkesan hanya momen dimana mereka menggugurkan peserta yang tidak mereka kehendaki. Karena sangat jelas pernyataan Rahmat Ma’ruf, SK yang dimasukkan adalah SK yang tahunnya berurutan dan tidak pernah putus atau nonaktif.
Yang berikutnya soal dugaan unggahan data palsu yang dilakukan oleh peserta, salah satu peserta yang dinyatakan lulus ternyata memilik dua SK di Tahun 2023, yang pertama SK yang dikeluarkan oleh Bupati Pohuwato, yang kedua SK yang dikeluarkan oleh pemerintah kecamatan, berdasarkan hal tersebut, peserta mendapatkan sanggahan.
Kasus dugaan unggahan data palsu semakin memperjelas bahwa BKPSDM ada main dengan peserta, jika benar tidak ada main mata, lantas apa yang membuat BKPSDM menetapkan TMS kepada peserta yang aktif bekerja hingga sekarang, sementara yang benar-benar tidak layak secara regulasi justru memenuhi syarat dan dinyatakan lulus.
Hal ini juga pernah dipertanyakan kepada pihak BKPSDM. Lagi-lagi, alasan BKPSDM terkesan hanya menggugurkan kewajiban, “Kalau 1000 peserta, kan tidak mungkin kita cek satu persatu berkas yang diunggah oleh peserta, ” ungkap pejabat BKPSDM.
Masa iya, yang benar benar-benar layak untuk mengikuti ujian, berkasnya terpantau oleh pihak BKPSDM tapi ditetapkan sebagai TMS, sementara yang tidak layak seolah-olah luput dari pantauan mereka dan berhasil lulus.
Setelah ditanya apa yang dilakukan oleh pihak BKPSDM selama ini, Kepala BKPSDM, Supratman Nento justru terkesan lempar handuk, ia mengatakan “Kemarin saya sudah menangis ke pak bupati, saya sudah mau mundur” ujarnya.