
TATIYE.ID (GORUT) — Tindakan provokatif yang terjadi di depan Gedung DPRD Kabupaten Gorontalo Utara dinilai telah mencoreng wajah demokrasi dan menantang wibawa hukum. Hal ini disampaikan oleh salah seorang mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo, Agung Bobihu, terkait beredarnya video memperlihatkan seorang perempuan bermasker yang diduga memancing emosi massa aksi.
Dalam rekaman video yang kini viral di media sosial itu, perempuan tersebut sempat bersi tegang dengan salah satu orator. Diduga perempuan itu melakukan tindakan yang memicu ketegangan di tengah aksi damai yang kemudian langsung menuai kecaman luas dari berbagai pihak.
“Polisi tidak boleh diam. Ini bukan persoalan kecil, ada unsur dugaan provokasi yang jelas, dan bila dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi masa depan kebebasan berpendapat di daerah ini,” tegas Agung.
Menurut Agung, aparat kepolisian tidak boleh berperan sebagai pengamat pasif di tengah situasi yang mengandung potensi pelanggaran hukum. Aksi damai, katanya, merupakan hak konstitusional warga negara, namun tindakan provokatif yang menimbulkan kericuhan adalah bentuk pelanggaran yang harus segera ditindak.
Desakan Publik untuk Polisi
Publik mendesak kepolisian agar bertindak cepat dan profesional melalui langkah-langkah konkret berikut:
1.Mengidentifikasi dan memeriksa secara mendalam perempuan bermasker yang diduga sebagai provokator, termasuk kemungkinan adanya pihak lain di balik aksinya.
2. Mendalami bukti lapangan dan rekaman video, untuk memastikan apakah tindakan tersebut memenuhi unsur penghasutan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum sebagaimana diatur dalam KUHP.
3.Menjamin transparansi hasil penyelidikan, agar masyarakat memperoleh kejelasan dan tetap percaya pada penegakan hukum.
Agung menilai, peristiwa ini menjadi ujian bagi netralitas dan ketegasan aparat kepolisian. Dirinya menegaskan bahwa tindakan tegas bukan hanya bentuk penegakan hukum, tetapi juga simbol keberpihakan kepada kebenaran dan perlindungan terhadap hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara damai.
“Jika aparat membiarkan tindakan provokatif seperti ini tanpa penindakan, itu sama saja dengan memberi ruang bagi kekacauan dan ketidakadilan,” ujar Agung.
Menurutnya, aksi rakyat di depan Gedung DPRD seharusnya menjadi simbol kebebasan berdemokrasi, bukan ajang provokasi dan intimidasi. Karena itu, Polres Gorontalo Utara diharapkan segera menunjukkan sikap tegas, transparan, dan berani menindaki siapapun yang merusak ketertiban serta kewibawaan hukum.
Dirinya menekankan, keadilan tidak boleh berhenti di pagar Gedung DPRD. Ia harus hadir di tengah rakyat melalui tindakan nyata dari aparat penegak hukum yang melindungi aspirasi dan menjaga ketertiban sosial.
“Provokator tidak boleh dibiarkan, diamnya aparat berarti memberi ruang bagi kekacauan. Pembiaran semacam ini hanya akan menjadi noda hitam dalam perjalanan demokrasi Gorontalo Utara,” pungkasnya.(*)



















