
TATIYE.ID (DEPROV) – Rapat Paripurna ke-41 DPRD Provinsi Gorontalo, Senin (25/8/2025), berlangsung dengan dinamika.
Meski delapan fraksi sepakat menerima Ranperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025, salah satu anggota DPRD, Umar Karim memilih menyatakan sikap berbeda.
Dalam forum yang dipimpin Ketua DPRD Thomas Mopili, Umar secara terbuka menyampaikan penolakannya.
Ia menilai Ranperda Perubahan APBD 2025 masih menyisakan sejumlah persoalan mendasar yang belum dijawab pemerintah daerah.
“Salah satu yang menjadi alasan penolakan saya, karena masih ada alokasi anggaran yang tidak sesuai prioritas kebutuhan masyarakat, khususnya berkaitan dengan pemanfaatan anggaran hasil efisiensi,” ungkapnya.
Umar menegaskan, instruksi Presiden sudah jelas bahwa dana efisiensi seharusnya dikembalikan kepada rakyat melalui program-program kegiatan. Namun, kondisi di Provinsi Gorontalo justru berbeda.
“Anggaran hasil efisiensi itu faktanya hanya dipakai untuk memperbaiki kamar mandi kantor gubernur. Bahkan ada juga untuk pengadaan mobil dinas Asisten I dan Asisten II. Bagi saya ini tidak benar, ini melanggar instruksi Presiden,” tegasnya.
Lebih lanjut, dirinya juga menyoroti jumlah anggaran efisiensi yang dialokasikan tidak sesuai dengan arahan pemerintah pusat.
“Ada sekitar Rp5 miliar anggaran efisiensi yang justru dialokasikan tidak sesuai dengan instruksi Presiden. Ini bukan saja melanggar peraturan perundang-undangan, tapi juga pembangkangan terhadap presiden sebagai pimpinan tertinggi di negara ini,” ujar Umar saat diwawancarai usai rapat.
Meski demikian, laporan Banggar yang dibacakan dalam paripurna tetap mencatat bahwa seluruh fraksi secara bulat menyetujui Ranperda tersebut untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
Dengan persetujuan itu, Ranperda Perubahan APBD 2025 resmi disahkan bersama Gubernur Gorontalo sebagai dasar hukum pelaksanaan anggaran.
Artinya, meski ada penolakan dari Umar Karim, pelaksanaan APBD Perubahan tetap berjalan sesuai mekanisme yang telah diputuskan.
Sikap Umar Karim yang berbeda dengan mayoritas fraksi menjadi catatan tersendiri, sekaligus menegaskan bahwa proses pembahasan APBD di DPRD Gorontalo tidak sepenuhnya berjalan tanpa kritik.



















