#OPINI
OLEH : ALFRED ANWAR – ASN KABUPATEN POHUWATO
Berprofesi sebagai “Civil Servant†atau yang biasa disebut Pegawai Negeri Sipil merupakan sebuah profesi yang diidolakan oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Pegawai
adalah orang-orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan usaha (Widjaja, 2006:113).
Pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi karena berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam organisasi tersebut.
Walaupun lapangan pekerjaan di berbagai bidang kini banyak tersedia, namun menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetap menjadi idola bagi pencari kerja. Bukan hanya menjadi minat para pencari kerja, namun masyarakat yang sudah memiliki pekerjaan pun masih mengidamkan profesi PNS.
Profesi PNS menjadi idola dan diidamkan oleh masyarakat dengan beragam alasan, yaitu abdi negara, kewajiban warga negara untuk mengurus negaranya, terhormati diberbagai kalangan dan karena jaminan pensiunnya. Dengan alasan yang ada, masyarakat menjadi antusias pada profesi yang satu ini.
Ada berbagai macam alasan, mengapa profesi PNS masih diminati oleh masyarakat Indonesia. Alasan tersebut sebagai berikut; (1) posisi yang dibutuhkan sesuai dengan latar belakang keilmuan dari pelamar; (2) waktu kerja yang singkat (tidak harus lembur) dan tunjangan untuk keluarga; (3) status sebagai pegawai tetap dan tidak was-was terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seperti di swasta; (4) kebanggaan menjadi PNS Pelaksanaan rekrutmen CPNS oleh pemerintah di selenggarakan setiap tahunnya secara nasional, sehingga hampir seluruh daerah disibukkan oleh kegiatan penerimaan CPNS.
Penyelenggaraan rekrutmen CPNS tersebut banyak menarik perhatian sejumlah pencari kerja dengan berbagai level dan latar belakang pendidikan serta pengalaman yang berbeda beda, untuk ikut serta mendaftarkan diri dalam bersaing memperebutkan lowongan pekerjaan yang sangat terbatas disediakan oleh masing-masing instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah.
Berubahnya proses rekrutmen CPNS dari sistem Konvensional atau menggunakan Lembar Jawaban Komputer (LJK), ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Prosudur yang digunakan memungkinkan peluang yang besar untuk terjadinya Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
Seperti kita lihat mulai pada tahap persiapan penggandaan naskah soal. Disana dapat terjadi pencetakan yang tidak selesai tepat waktu, naskah soal bocor saat penggandaan dan dapat dicopy oleh pihak yang tidak berhak, hasil cetakan sub standar, hasil cetakan LJK mudah rusak, dan jumlah cetakan tidak sesuai dengan jumlah peserta ujian.
Tahap pelaksanaan ujian, dengan risiko pengawas ujian yang tidak kompeten dan independen, ruang ujian dapat diakses oleh yang tidak berhak, adanya joki ujian dan adanya kecurangan antar peserta ujian. Pada pasca pengolahan hasil ujian, jumlah LJK yang diterima dan dinilai bisa jadi berbeda, serta pemindahan nilai LJK ke dalam daftar nilai dapat berubah.
Tetapi dari sisi lain, kalau kita melihat bahwa sisi postif pola rekrutmen dengan menggunakan LJK, pertama, hasilnya dapat memenuhi jumlah formasi yang dibutuhkan, dikarenakan tidak adanya penentuan batas nilai minimal yang harus dipenuhi oleh peserta ujian CPNS atau yang biasa disebut Passing Grade, sehingga jumlah formasi jabatan yang dibuka dengan jumlah peserta ujian CPNS yang ikut akan sangat mudah untuk di lakukan perengkingan, Kedua, memudahkan para peserta ujian yang belum mampu mengoperasikan computer atau yang masih gagap akan kemajuan teknologi, bisa ikut dalam kompetisi rekrutmen CPNS. Sehingga hasilnya akan bisa menutupi kebutuhan akan kekurangan PNS yang ada pemerintah pusat maupun di daerah.
Dengan berubahnya pola rekrutmen dari penggunaan LJK ke CAT, menjadi suatu harapan untuk melakukan perbaikan serta mengatasi lemahnya sistem konvensional yang sarat akan kecurangan, maka instansi pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna meningkatkan kualitas Pegawai Negeri Sipil melalui penggunaan alat bantu komputer atau disebut Computer Assisted Test (CAT).
Computer Assisted Test (CAT) adalah metode ujian dengan menggunakan aplikasi komputer dimana dalam aplikasi tersebut tersedia soal-soal ujian Tes Kompetensi Dasar (TKD) yang terdiri dari Tes Pengetahuan Umum (knowledge), Tes Bakat Skolastik (skill), dan Tes Skala Kematangan (attitude). Dengan menggunakan sistem ini, semua peserta secara transparan bisa melihat penilaian di monitor yang disediakan oleh panitia diluar ruang tes. Nilai yang diperoleh dari jawaban masing-masing peserta bisa dilihat secara real time dengan sistem
perangkingan.
Para peserta yang nantinya berhasil masuk dalam passing grade, maka nilainya akan dikompilasi dan direkapitulasi beserta data-datanya. Dari data rekapitulasi tersebut, peserta dengan nilai tertinggilah yang dinyatakan lulus tes CPNS. Setelah mengikuti tes CPNS, para peserta pun bisa mencatat nilainya masing-masing dan mencocokannya dengan pengumuman resmi yang akan dikeluarkan oleh Panitia Seleksi Nasional.
Peserta tes juga bisa mencatat nilainya masing-masing dan mencocokannya dengan nilai yang dikeluarkan oleh Panitia Seleksi Nasional. Jika dikomparasikan dengan berdasarkan kriteria antara sistem rekrutmen konvensional (menggunakan LJK) dengan rekrutmen menggunakan CAT, perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
Karakteristik
Kuota peserta
Tes
Computer Assisted Test
Tergantung jumlah unit komputer
yang tersedia di lokasi CAT
Sistem Konvensional
Tergantung kapasitas
gedung yang digunakan
untuk paper based test
(LJK)
Karakteristik
Data peserta
Computer Assisted Test
Data terintegrasi, sehingga
peserta test tidak dapat
melakukan test dua kali di
tempat yang berbeda. Namun
sebagian besar masih belum
terintegrasi, sehingga peserta
bisa melakukan test di dua
tempat.
Sistem Konvensional
Data kurang terintegrasi,
sehingga peserta bisa
melakukan test di dua
tempat.
Karakteristik
Akuntabilitas &
Transparansi
Computer Assisted Test
Data hasil test dapat langsung
diakses publik melalui website,
sehingga meminimalisir
terjadinya proses manipulasi
data secara fisik.
Sistem Konvensional
LJK rawan terjadinya
manipulasi, harus dikoreksi
terlebih dahulu, baru
diketahui hasilnya.
Berpotensi terjadi proses
manipulasi data secara fisik
Karakteristik
Aksesibilitas
Computer Assisted Test
Sangat mudah, penggunaan
komputer user friendly
Sistem Konvensional
Mudah, tetapi
membutuhkan waktu yang
lama untuk mengisi lembar
jawaban
Karakteristik
Efektivitas dan
efisiensi
Computer Assisted Test
Proses dilakukan 2 bulan,
secara bertahap. Soal tersedia
dalam bentuk soft file dan terdiri
dari beberapa paket soal. Semua
soal sudah terintegrasi sehingga
secara otomatis komputer akan
mengolah seuai dengan format
paket soal.
penggunaan anggaran sangat
besar pada proses pengadaan
unit komputer untuk pelaksanaan
test. Pada pelaksanaan test lebih
hemat dan hasil bisa langsung
diketahui.
Sistem Konvensional
Proses dilakukan 4 bulan,
hingga tahap pengumuman
Lembar soal test
menggunakan LJK dikirim
dari pusat dengan jumlah
2-4 paket, dengan
pengawasan yang ketat.
Kurang hemat karena
pengadaan kertas untuk
LJK.
Karakteristik
Partisipasi
masyarakat
Computer Assisted Test
Masyarakat dapat mengawasi
secara real time melalui akses
web yang telah disediakan
pemeritah.
Sistem Konvensional
Masyarakat tidak bisa
mengawasi secara real
time karena hasil ujian tidak
bisa langsung ditampilkan
di web yang disediakan
oleh pemerintah.
Sumber: dalam www.indracuin@blogspot.com , 2013
Selain karakteristik diatas, para peserta ujian CPNS juga perlu berhati-hati di dalam melakukan pendaftaran, karena akan dikhawatirkan masuk pada situs-situs yang tidak resmi, sehingga hal ini menjadi celah bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menipu peserta ujian CPNS dengan cara menghubunginya dengan meminta aga
peserta ujian CPNS tersebut mengikuti kemauanya.
Dalam pelaksanaan rekrutmen CPNS dengan menggunakan sistem CAT, juga dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato tahun 2018, dimana pelaksanaannya dimulai dari tanggal 8 november sampai dengan 12 november 2018.
Dari jumlah pendaftar secara online sebanyak 1188 orang, pendaftar dengan cara mengirim berkas sebanyak 1155 orang, yang tidak memenuhi syarat administrasi sebanyak 60 orang, jumlah peserta ujian yang memenuhi syarat sebanyak 1095 dan yang mengikuti ujian CPNS sebanyak 1082 orang.
Peserta ujian tersebut mendaftar pada 3 (tiga) formasi jabatan yang dibuka yakni, formasi guru sebanyak 99 jabatan, formasi kesehatan sebanyak95 jabatan, tetapi pada formasi Honorer Kategori II tidak ada yang mendaftarkan diri.
Dari hasil ujian CPNS tersebut, peserta yang melampaui passing grade dari formasi guru sebanyak 2 orang dan formasi kesehatan sebanyak 10 orang, sehingga jumlah yang lulus atau melampaui passing grade sebanyak 12 orang.
Dengan melihat jumlah peserta yang lulus atau melampaui passing grade hanya berjumlah 12 orang, dimana akan dapat dihitung jumlah formasi jabatan yang dibuka oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato sebanyak 195 jabatan, dikurangi 12 orang yang lulus passing grade, maka jumlah formasi jabatan yang tidak terisi sebanyak 183 jabatan. (website. www.bkppd.pohuwatokab.go.id ).
Hal ini dapat menjadi suatu bentuk kerugian bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato, dimana dilihat dari segi kuantitas, ini sangatlah jauh dari harapan untuk memenuhi kebutuhan akan ketersediaan Aparatur Sipil Negara dalam mengisi kekosongan jabatan, sehingga akan berimbas pada kebutuhaan atas pelayanan kesehatan dan kokosongan guru yang selama ini sangat dibutuhkan oleh daerah yang baru terbentuk 15 tahun silam.
Tetapi ketika kita melihat sisi kualitas, maka dapat dipastikan bahwa 12 orang yang telah lulus atau melampaui passing grade tersebut, mempunyai kompetensi yang tidak diragukan lagi untuk mengisi kebutuhan akan kekurangan aparatur yang ada di daerah, karena mulai dari proses pembuatan soal sampai pada pelaksanaannya yang sangat taransparan dan akuntabel, akan dapat menghasilkan kualitas seorang Aparatur Sipil Negara yang sangat kompoten dibidangnya.
Dengan melihat permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hal ini diharapkan dapat menjadi suatu perhatian khusus bagi Kementerian PAN & RB sebagai penanggungjawab program dan BKN sebagai pelaksana program agar dapat melakukan peninjauan kembali atas penentuan standar tingkat kesulitan pembuatan soal ujian CPNS.
Karena akan sangat dikhawatirkan apabila hanya dengan mengejar kualitas seorang aparatur sipil negara, tetapi akan mengenyampingkan segi kuantitas dari kebutuhan suatu instansi terhadap aparatur sipil negara yang pada prinsipnya adalah sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayan pada masyarakat.(*)