TATIYE.ID (GORONTALO) – Salah satu tokoh di Gorontalo yang dikenal memiliki banyak prestasi prestisius, salah satunya sebagai penggerak dalam perjuangan pembentukan Provinsi Gorontalo, Ridwan Tohopi memberikan pesan lembaga adat dan dewan adat Gorontalo untuk tidak berpolitik terlebih ditengah-tengah persoalan yang ada.
“Lembaga adat yang di sebut dengan institusi yang di spesailis tidak terkait dengan unsur-unsur lain, adat itu mengarah ke budaya, memelihara tradisi, memelihara keterkaitan antara kebiasaan masyarakat turun temurun dan telah di akui menjadi sebuah budaya daerah yang menjadi budaya nasional. Sehingga adat tidak bisa di campuri dengan unsur unsur lain dan itu bergerak secara independen. Jadi tidak boleh ada unsur politik, atau unsur lain di dalam. Karena adat itu murni. Jadi jika di campuri dengan urusan politik, sudah tidak independen lagi. Kalau ada pengurus lembaga adat atau dewan adat terlibat didalamnya, maka ia harus memilih apa mau mengurus adat atau mau mengurus politik,” kata Ridwan, Senin (18/9/2023).
Selain itu, dengan adanya dualisme kepemimpinan adat di Gorontalo juga disoroti oleh mantan rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo (UNUGO) itu. Ia menyarankan, lembaga adat dan dewan adat segera melakukan konferensi atau musyawarah untuk menyatukan kedua pihak tersebut.
“Segera (lakukan pertemuan lembaga adat dan dewan adat). Karena akan berakibat ke adat Gorontalo. Siapa yang akan di percaya apakah dewan atau lembaga adat? Jangan hanya karena ada kepentingan akan merugikan kepercayaan adat di Gorontalo. Nanti masyarakat bingung mau berkiprah kemana, ke dewan atau lembaga adat. Sehingga kita perlu untuk melakukan konferensi atau musyawarah adat Gorontalo untuk memilih menyatukan itu. Maka harus dilakukan dulohupa,” lanjut Ridwan.
Ridwan menambahkan, adat yang diakui di Gorontalo hanya ada empat. Adat perkawinan, adat kematian, adat pemberian gelar, dan adat penerimaan tamu. Di Gorontalo sendiri belum terdapat adat sanksi bagi pelanggar adat terlebih seorang pemimpin.
“Ada hukum adat Gorontalo yang tidak bisa di langgar di dalam AD-ART, kalau di langgar konsekuensinya apa, yang sudah berjalan sekarang ini baru empat. Adat kematian, adat pemberian gelar, adat penerimaan tamu, kemudian adat perkawinan. Ini sudah berlaku turun temurun. Tapi hukum adat terhadap pelanggaran adat itu yang belum ada. Jadi itu harus dijelaskan dalam AD-ART hukum adat. Saya menyayangkan sikap lembaga adat ketika menghadap pada penjagub pak Ismail untuk menyerahkan laporan mengenai kasus pak Nelson. Kemudian laporan itu kan di tolak oleh pak Penjagub karena memang itu adalah masalah pribadi. Hal hal seperti itulah yang harus dievaluasi lagi oleh lembaga adat,”tandas mantan Sekda Bone Bolango itu.