Prof. Nelson Itu Orang Bijak, Bukan Orang Yang Ambisius

TATIYE.ID (KABGOR) – Proses kontestasi demokrasi adalah suatu hal yang biasa dan tidak ada yang luar biasa bagi seorang profesor Nelson Pomalingo. Betapa tidak hal tersebut sudah terbukti semenjak 5 tahun kepemimpinan Nelson di periode pertamanya.

“Dia (Nelson-red) bukan orang yang ngotot-ngototan seperti orang lain, jika ingin meraih sesuatu. Bahkan pula kami menilainya sebagai sosok yang tidak ambisius, “tukas Helmy Hippi saat menggambarkan sosok Nelson Pomalingo kepada media.

Lebih lqnjut Helmi mencontohkan, seperti pada proses demokrasi yang pernah terjadi diawal Provinsi Gorontalo, beliau termasuk salah satu calon Gubernur, kalah, tapi tidak ngotot karena memberikan ruang kepada orang-orang yang punya kapasitas dan keinginan untuk membangun Gorontalo.

“Dirinya tidak menandatangani gugatan kala itu, karena sebagai calon wakil gubernur, pak Nelson bukan dalam kapasitas sebagai penentu, menandatangani atau bahkan diminta untuk menandatangani proses gugatan di Mahkamah konstitusi, ” Tukas Helmi menambahkan.

Senada dengan Helmi, Adam Kasim juga pernah mendengar cerita itu. Tidak menandatangani gugatan, karena Nelson Pomalingo sangat menghormati pilihan rakyat kala Pilgub lalu.

” Saya juga dengar seperti itu. Beliau (Nelson) tak mau jika tindakannya itu hanya lahir karena keterpaksaan, bukan karena ada ketidak-beresan dalam Pilgub lalu. Dan ini yang kami jempol. Nelson adalah sosok yang bijaksana dalam berpikir, sehingga bagi kami sosok ini layak memimpin daerah karena bukan orang ambisius,” ujar Adam.

Terakhir, tokoh pemuda Bongomeme Cs, Edi Nurkamiden menyimpulkan, Profesor Nelson Pomalingo adalah orang yang selalu menghormati proses regulasi. Apapun yang terjadi beliau melaluinya dengan baik dan tidak grasak-grusuk.

” Bisa saja, seluruh pendukung melakukan tindakan atau apa saja bagi siapapun orang yang menentang. Tetapi beliau (Nelson) selalu mengingatkan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak tatanan demokrasi. Karena tujuan Sang Profesor hanya mau untuk membangun daerah bukan untuk merusak daerah.” Tutup Edi.

Exit mobile version