Nelson Pomalingo, Jadi Penentu Siapa Pemenang Pilgub atau Jadi Kuda Hitam

TATIYE.ID – GELARAN Politik terbesar di Provinsi Gorontalo, Pilgub atau Pemilihan Langsung Gubernur, memang masih lama digelar tepatnya akhir tahun 2024.

Layaknya sebuah pertarungan besar, calon kontestan Pilgub, jauh hari sudah mulai pasang kuda-kuda atau minimal bersiap lahir batin mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan di pentas pertarungan Pilgub.

Sejak tahun 2021 lalu, calon-calon kontestan telah menyatakan secara terbuka niatnya untuk bertarung, bahkan ada yang sudah mengantongi mandat dari partai sebagai calon gubernur, seperti Prof Nelson Poamlingo, Bupati Gorontalo yang telah mengantongi mandat dari Partai yang dipimpinnya (PPP) untuk maju bertarung sebagai calon Gubernur.

Tak semua calon kontestan seberuntung Nelson. Lihatlah di Partai Golkar, setidaknya ada tiga kandidat lokal yang namanya wara-wiri di bursa calon, ada Idah Syahidah Rusli Habibie, Marten Taha dan Syarif Mbuinga. Belum lagi ada kader Golkar yang berkiprah di luar Gorontalo yakni Zainuddin Amali, Roem Kono dan Tonny Uloli. Semuanya tentu memiliki kans menjadi peraih tiket Pilgub dari Golkar.

Selain ada mekanisme yang berlaku di internal Golkar, dinamika konstelasi politik juga akan memberi pengaruh pada penentuan siapa yang bakal merebut tiket Golkar. Bukan tidak mungkin, calon dari eksternal Golkar pun bisa meraih tiket Pilgub Golkar. Semuanya serba terbuka dalam politik.

Seperti di Golkar, dinamika di Partai Nasdem pun masih berjalan dinamis. Meski Wakil Ketua DPR RI, Rahmat Gobel, pernah mengungkapkan secara terbuka keinginannya menjadi kontestan Pilgub, namun masih ada dua nama yang sering disebut dalam bursa internal Nasdem yakni Ketua Nasdem Provinsi Gorontalo, Hamim Pou dan adik Rahmat Gobel, Abdullah Gobel.

Artinya, publik masih harus bersabar menunggu siapa yang resmi diusung oleh Golkar dan Nasdem di Pilgub. Situasi ini mungkin masih akan terjadi hingga usainya gelaran Pileg yang bakal dihelat awal tahun 2024. Hal ini juga tak lepas dari regulasi yang menyebutkan bahwa jumlah kursi yang bakal dipakai dalam pencalonan Pilkada adalah hasil perolehan kursi Pileg 2024.

Jika kepastian kandidat dari Golkar dan Nasdem masih harus melewati proses politik yang panjang, apakah ini akan menjadi keuntungan bagi Nelson yang sudah mengantongi mandat partai? Tentu jawabannya tergantung sikap dan langkah yang bakal diambil oleh Sang Professor.

Dari sisi modal politik, tentu Nelson memiliki start yang lebih bagus dibanding kandidat lain. Saat kandidat lain masih berjibaku dengan dinamika internal partai, Nelson melenggang mulus karena sudah kantongi mandat partai. Meski harus diakui, PPP yang dipimpin Nelson adalah partai yang paling tinggi dinamika internal, bahkan tak jarang terjadi konflik dan intrik internal yang cukup tajam.

Nelson pun diuntungkan karena menjadi penguasa di wilayah garapan politik terbesar. Bukan rahasia lagi, pemilih Kabupaten Gorontalo yang hampir berjumlah 300 ribu pemilih, setara dengan jumlah pemilih di tiga wilayah lainnya yakni Kabupaten Gorontalo Utara, Boalemo dan Pohuwato. Itu artinya, cukup dengan memperkuat basis politik di Kabgor, Nelson punya bargainning yang sangat kuat di konstelasi Pilgub.

Sayangnya, sampai hari ini belum jelas kemana arah koalisi yang bakal dibangun, termasuk di dalamnya siapa sosok yang bakal jadi pasangan NP. Semuanya masih berjalan sangat dinamis. Pertemuan formal maupun informal yang dlakukan pun, belum bisa dijadikan pijakan yang kokoh. Terlalu banyak variabel yang masih menggantung. Termasuk di dalamnya menentukan apakah NP jadi figur Cagub atau malah justru Cawagub. Masih sangat dinamis, masih sangat cair.

Menilik koalisi politik yang dibangun PPP saat Pilkada terakhir tahun 2020, dimana PPP bergabung dengan poros Golkar, tampaknya alternatif ini menarik. Namun sayangnya koalisi ini bakal sulit dijalin kembali, karena kedua kubu pasti akan ngotot minta kursi Cagub. Begitu juga dengan Nasdem, luka politik sisa Pilkada lalu, tampaknya belum pulih total. Baik PPP dan Nasdem terlihat masih ada jarak.

Meski demikian, menggandeng NP adalah pilihan yang sangat menguntungkan baik buat Golkar maupun Nasdem. Bisa memaksa Nelson jadi Cawagub, setidaknya akan menjadi jaminan kuat bagi Golkar atau Nasdem memenangi Pilgub dengan mudah. Di sinilah bisa disebut bahwa posisi NP adalah Gold Medal Point bagi pemenang Pilgub.

Namun masih ada pilihan yang bisa diambil oleh NP selain bergabung ke gerbong Golkar atau Nasdem adalah maju membangun koalisi baru, di luar poros koalisi yang bakal dibuat oleh Golkar dan Nasdem. Karena hampir pasti, PPP akan butuh koalisi untuk menggenapi jumlah kursi untuk mengusung calon. Dan jika pilihan ini diambil, maka Nelson bakal menjadi kuda hitam yang harus diwaspadai oleh kandidat lain. Baik Golkar dan Nasdem tidak boleh memandang sebelah mata NP.

Meski begitu, lagi-lagi tantangan di jalur ini tidak mudah bagi NP. Membangun koalisi tidak mudah karena harus memikirkan siapa pasangannya, bagaimana dengan kesiapan finansial, serta kesepakatan politis lainnya.

Lalu apakah NP akan memilih jadi penentu kemenangan Pilgub atau jadi kuda hitam? Tampaknya masih sulit diterawang. Masih sangat dinamis, masih sangat cair.

Di sini, kepiawaian strategi politik Sang Professor akan diuji.

Toduwolo Pak Prof, Time Is Yours. 😁

Penulis : Irfan Mahmud, wartawan tatiye.id

Exit mobile version