
TATIYE.ID (GORUT) – Anggota DPRD Gorontalo Utara, Hamzah Sidik Djiran, menanggapi pelaksanaan sidang pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan Terstruktur, Sistematis, Masif (TSM) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Provinsi Gorontalo.
Pada unggahan facebook pribadinya itu, Hamzah memprediksi akan ada tindak lanjut proses hukum serta munculnya tersangka dalam sidang pemeriksaan administrasi tersebut.
“Jadi kesimpulannya, saya memprediksi akan ada proses hukum di tingkat kabupaten. Dan kemungkinan besar akan ada tersangka dari orang – orang yang bersaksi kemarin di Bawaslu,” tulis Hamzah pada postingan facebook pribadinya itu, Selasa (6/5/2025).
Selain itu, ketua DPD Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) ini juga mengatakan bahwa, untuk menentukan unsur TSM dalam perkara money politic pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kabupaten Gorontalo Utara tersebut, itu terletak pada kesaksian empat Kepala Desa yang memberi kesaksian kemarin.
“Jika mendengar kesaksian dari empat orang Kades kemarin itu, secara jelas dan terang menderang menyampaikan tidak pernah ada pemeberian uang dari calon kepada mereka. Ke dua, tidak pernah ada rapat maupun pertemuan khusus baik dari pejabat Pemerintah Daerah, Kecamatan dan Desa serta penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu,” katanya.
Ahmad Wijaya, dosen hukum tata negara fakultas hukum saat di wawancarai oleh tatiye.id terkait sanksi bagi pemberi dan penerima politik uang menjelaskan, bagi yang melakukan politik uang (money politic) baik pemberi maupun penerima dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Pada Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016 Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Selain itu kata Ahmad, pada pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016 menegaskan, Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Pidana yang sama juga diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
“Jadi pemberi dan penerima itu akan dikenakan sanksi yang sama, sebagaimana diterapkan pada Pasal 73 ayat (4) dan ayat (1),” jelasnya.(*)