TATIYE.ID (GORUT) – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo Utara, Hamzah Sidik Djibran memberikan kesaksian di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Gorontalo terkait gugatan Ridwan Yasin tentang pemberhentiannya sebagai Sekertaris Daerah (Sekda) Gorut.
Saat dikonfirmasi oleh tatiye.id usai memberikan kesaksiannya tersebut, politisi muda partai Golkar ini mengatakan, bahwa dirinya menghadiri persidangan itu karena diminta oleh Bupati Gorontalo Utara.
“Saya hadir di persidangan karena permintaan bupati dan juga untuk membantu seluruh pihak, dalam hal ini majelis hakim, penggugat, dan juga tergugat yakni Pemerintah Daerah (Pemda) Gorut,” ujar Hamzah, Rabu (29/12/2021).
Selain itu, Hamzah mengaku hanya menyampaikan keterangan di persidangan sesuai yang diketahui, didengar, dan dilihat.
“Jika keterangan saya dibutuhkan, silakan dipergunakan. Karena saya memberikan keterangan, itu sesuai apa yang saya ketahui,” katanya.
Lanjut Hamzah, dalam persidangan itu ada beberapa hal yang ditanyakan oleh majelis hakim kepada dirinya terkait mekanisme penganggaran mengenai bentuk mengurai persoalan adanya perubahan anggaran ataupun pergeseran anggaran yang dilakukan saudara penggugat sebagai ketua TAPD terhadap program dana pendamping ceria.
“Saya sudah menjelaskan bahwa itu tanpa sepengetahuan kami DPRD, dimana yang bersangkutan sudah dua kali melakukan tindakan tersebut, sehingga menurut hemat kami itu bertentangan dengan ketentuan perundang – undangan,” jelasnya.
Dalam kesaksiannya, Ketua DPD AMPI Provinsi Gorontalo juga ini menyampaikan, bahwa Ridwan Yasin telah menggeser anggaran pendamping ceria dari Rp2,7 juta atau Rp2,8 juta menjadi Rp500 juta dan juga mobil dinas yang di anggarkan Rp700 juta, namun digeser menjadi tanah.
“Tentu itu yang telah saya sampaikan maupun jelaskan kepada majelis hakim, dimana hal tersebut tanpa sepengetahuan kami di DPRD,” ucapnya.
Tidak hanya itu, ada juga terkait dana hibah pramuka yang bertentangan dengan MPHD serta Permendagri tentang bantuan dana hibah dan bantuan sosial, dimana semua calon penerima itu mengajukan dana hibah berupa bentuk proposal dan dilengkapi dengan kebutuhan anggaran, namun dari pramuka tersebut tidak pernah memasukan ke Pemda.
“Walaupun demikian MPHD bisa ditandatangani oleh sekda karena dalam perbub dibolehkan, akan tetapi dalam MPHD itu di sebutkan bahwa pihak yang mengajukan permohonan harus pihak ke dua. Nah di satu sisi sementara pihak kedua adalah sekretaris kwarcab, dalam hal ini Ibu Yuke, melainkan bukan Ridwan Yasin. Namun pada pencairan saudara Ridwan Yasin yang melakukan permohonan pencairan, dan itu bertentangan,” ungkapnya.
Ketua DPD II Partai Golkar Gorut ini menambahkan, sesuai apa yang disampaikan olehnya kepada majelis hakim mengenai apa yang dimohonkan dan juga dikerjakan penggugat itu berbeda, sehingga itu dapat dikatakan melanggar.
“Rincian anggaran kebutuhan yang dimohonkan dengan yang dilakukan kegiatan itu berbeda dan tidak sesuai. Seperti halnya membeli masker, sembako, dan obat – obatan. Namun dari tiga itu ternyata masker dan obat – obatan tidak ada, semuanya hanya di belikan sembako. Dan yang kedua tentang pengajuan untuk melaksanakan kegiatan pelantikan saka bakti husada, namun justru yang dilakukan hanyala rapat kerja kwarcab, bertempat di hotel aston,” imbuhnya.
“Semua dikembalikan ke majelis hakim, jika memang keterangan saya itu dapat memperkuat bupati, maka jelas mungkin yang akan diambil oleh majelis hakim menolak gugatan dari penggugat, karena apa yang dilakukan oleh bupati, itu sudah sesuai dengan peraturan perundang undangan. Namun jika sebaliknya keterangan saya bisa menguntungkan si penggugat, kemungkinan juga gugatannya dapat di terima majelis hakim,” tandasnya. (*)